Minggu, 02 Maret 2014

Kutipan Cinta di Akhir Senja Part 2 | Cerpen Religi


Pagi itu ia tetap mempertahankan senyum
simpul yang terpahat di
sudut bibirnya. Ia tak ingin
menampakkan kesedihan pada sang suami. Hatinya memang diburui kehancuran, tapi ia pun
tak ingin menjadi egois. Ia tau kepergian suaminya di jalan
yang baik. Untaian doa dan kasih sayang senantiasa ia curahkan untuk sang suami. Cintanya mengikis sakit yang diembannya. Cinta yang hanya
sebelah tangan bertepuk, setidaknya telah sedikit merajuk. Malam indah yang telah lalu, menjadi saksi bisu kebersamaan mereka di persinggahan cinta.

“Ya Allah, dalam derai air mata ini hamba mohon perbaiki iman dan akhlak hamba. Teguhkan setiap langkah hamba untuk mencari ridha-Mu. Dalam setiap rintihan taubatku, hamba mohon ampuni segala dosa-dosa hamba. Lindungilah suami hamba dalam setiap langkah dan tuturnya Ya Rabb.”

Suatu pagi ia merasakan mual
yang teramat kuat. Sehingga
mengharuskannya memeriksakan diri ke Dokter.

“Selamat ya Bu Mila. Anda
tengah hamil. Usia kehamilan
Anda hampir sudah mencapai satu bulan”, ucap Dokter kepada Mila.

“Alhamdulillah. Jadi saya tidak sakit Dok?”
“Tidak, yang penting Bu Mila
banyak-banyak istirahat ya! Serta menjaga pola makan yang baik, agar Bu Mila tetap sehat dan janin yang di kandung pun ikut sehat.”
“Baik Dok. Terimakasih! Kalau
begitu saya permisi. Asalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”

Mila beranjak dengan sumringah. Mimpinya untuk
menjadi seorang ibu akan terwujud. Ucap syukur tak
henti-hentinya ia panjatkan. Setelah kehamilannya mencapai empat bulan, ia memberitahukan kabar bahagia itu kepada orang tua dan mertuanya. Hanya saja
sangat disayangkan ia belum
bisa mengabari sang suami. Sampai saat ini belum juga ada kabar dari Ramlan. Ia menunggu
Ramlanlah yang terlebih dahulu
menghubunginya. Ia tak ingin mengganggu suaminya, sehingga ia pun berkeras untuk menunggu telepon dari sang suami. Rindu yang berkalut semakin membuatnya berada dalam sudut. Sudut jiwa yang seolah tanpa nyawa. Dalam simpuh ia kembali mengadu.

“Ya Allah Yang Maha Pengasih, dalam lemah aku menengadah. Berharap Kau Sang Maha Pemberi Hidup memberikan kami umur yang panjang. Agar kami memiliki kesempatan untuk memperbaiki hilaf kami. Ampuni dosa-dosa kami Ya Rabb. Sampaikan rindu ini menyentuh hatinya, siratkan kasih hamba membelai kalbunya. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai wanita terbaik di hatinya setelah ibunya, dan jadikanlah aku ibu yang terbaik untuk anak ku dihatinya. Pada-Mu aku mengadu, lindungilah kami di bawah naungan-Mu. Aamiin”

Setelah shalat, Mila beranjak ke
tempat tidur. Namun raga yang
ia baringkan, tak kunjung terlelap. Hatinya terus digedor-
gedor pucuk rindu. Tergelantung asa dalam relung. Lantas ia mengambil secarik
kertas. Jemarinya yang lentik begitu lihai menari dengan pena yang menggores kertas putih.

Untuk Mas Ramlan yang Mila
cintai.

Asalamualaikum.Wr.Wb, dengan rindu dan ketulusan
kasih Mila kepada Mas Ramlan,
Mila ajak pena ini mengisi kekosongan hati Mila. Untuk
sekedar mencurahkan segala
apa yang Mila pendam dalam. Mas Ramlan di sana apa kabar? Mila sungguh merindukanmu Mas. Ada banyak hal yang bisa Mila sesali, tapi lebih banyak hal
yang bisa Mila syukuri di sini. Ada banyak hal yang tak sesuai
dengan keinginan Mila, mungkin
Allah ingin Mila lebih banyak
menengadahkan tangan. Mila belum sepat mengabarimu kalau Mila sekarang sedang mengandung. Maafkan Mila.
Bukannya Mila tidak ingin
memberitahumu, tapi Mila tidak
ingin mengganggu konsentrasi kerjamu Mas. Hati Mila sungguh
berbunga-bunga ketika Mila
tahu bahwa Mila sedang
mengandung. Mila tidak merasa
begitu kesepian lagi. Setidaknya
ada anak kita yang menemani Mila. Walaupun dia belum terlahir di dunia, tapi Mila sudah merasakan kehadirannya. Mila sungguh bahagia Mas. Dua minggu lagi tepat 7 bulan usia
kandungan Mila. Tidak terasa ya Mas? Sudah 7 bulan juga kamu meningalkanku. Mila tidak sabar menunggu satu bulan lagi, untuk bisa melihatmu lagi Mas. Rencananya, Ayah, Ibu, dan Umi akan mengadakan syukuran tujuh bulan kehamilan Mila. Alangkah lebih bahagianya Mila jika Mas juga ada di sisi Mila. Tapi sekali lagi Allah menginginkan Mila lebih banyak
bersabar. Doakan saja ya Mas, agar acara berjalan lancar doakan juga semoga anak kita
kelak menjadi anak yang soleh,
dan berbakti kepada kedua
orang tuanya. Mila sungguh mencintaimu Mas. Bagai mimpi yang panjang, ingin sekali Mila mendengarmu mengucapkan
kata-kata itu padaku. Sekalipun
hanya sekali saja seumur hidup Mila Mas mengucapkannya, sudah cukup membuat hati Mila teduh seteduh-teduhnya. Aku
benar-benar mencintaimu Mas. Begitu indah anugerah ini yang Dia beri untuk Mila. Sehingga Mila akan menjaganya hingga akhir hayat Mila. Bahkan ingin sekali Mila abadikan rasa ini
hingga ke Surga. Insya Allah. Mila rasa sudah cukup Mila mengukir lembar kertas ini. Ingin sekali rasanya saat ini juga sejenak berlabuh di bahumu. Semoga rindu ini tersampaikan padamu. Mila pamit Mas. Wassalamualaikum.Wr.Wb.

Istri yang mencintaimu, yang
lemah tiada daya,

Mila

Mila pun melipat secarik kertas itu kemudian menyimpannya di laci samping tempat tidurnya.

Tepat delapan bulan sudah
Ramlan di luar kota.

“Alhamdulillah. Akhirnya hari ini aku aku bisa kembali menemui istri dan keluargaku. Rasanya bagai terkurung dalam penjara. Mila, maafkan aku tidak sempat menghubungimu. Tapi hari ini aku janji akan meneleponmu, aku janji Mila”, gumam Ramlan.

Dengan semangat Ramlan
mengambil ponsel yang selama ini ditahan perusahaan, karena selama bekerja semua karyawan benar-benar tidak boleh memegang alat komunikasi apapun. Akan tetapi berkali-kali Ramlan menelepon istrinya, tidak satu kalipun ada jawaban.

“Mila, tolong angkat teleponku!”ucapnya tampak cemas, “Ah mungkin Mila tidak di rumah dan lupa membawa ponselnya. Lebih
baik sekarang aku kemas-kemas. Aku sudah tidak sabar berjumpa dengannya”, gumam Ramlan lagi.

Ramlan pun menyempatkan diri membeli camilan kesukaan Mila
sebagai buah tangan.
Sesampainya di rumah,

“Asalamualaikum!”

Berkali-kali Ramlan mengucap salam namun tidak ada satu
kalipun jawaban salam dari Mila. Dia melihat ke seluruh ruangan
tak juga ia dapati keberadaan
sang istri. Lalu ia beranjak ke kamar Mila. Melihat-lihat keadaan di dalamnya. Ya, sepi! Sepi dan senyap. Sampai akhirnya ia menemukan secarik kertas yang dipenuhi tulisan Mila dalam laci. Ramlan tiba-tiba tenggelam dalam isak saat membaca tulisan itu. Berkali-kali ia mengucap istighfar dan maaf kepada Mila.

“Astaghfirullahaladzim. Maafkan aku Mila, maafkan aku! Aku berjanji mulai detik ini aku tidak akan lagi menyia-nyiakan
cintamu. Maafkan aku Mila! Kamu
di mana?” Ramlan larut dalam sedu, kemudian bergegas
menghubungi orang tua Mila. Dari orang tua Mila, ia mendengar kabar bahwa istrinya sedang terbaring di
rumah sakit dan akan melahirkan. Ramlan segera
beranjak ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit.

“Asalamualaikum”, salam Ramlam.

“Waalaikumsalam”, jawab Ayah, Ibu, dan Umi bersamaan.

“Bagaimana keadaan Mila?”
tanyanya.

Tiba-tiba keluarlah Dokter dari ruangan.

“Selamat! Bayinya laki-laki”, ucap Dokter.

“Alhamdulillah”, kata mereka serentak.

“Sebaiknya jika ingin mengadzankan, sekarang saja!
Bayinya sedang dibersihkan,
lalu akan segera dibawa ke
inkubator, karena bayi lahir
prematur.”

“Lalu bagaimana keadaan istri saya Dok?”

“Keadaan Bu Mila sangat lemah. Beliau mengalami pendarahan berat.”

Di wajah mereka terpancar suka
dan kedukaan. Ramlan segera
mengadzani sang bayi dan
menghampiri Mila.

“Mila, kamu dengar aku? Aku pulang Mila. Sekarang aku ada disisimu”, ucap Ramlan lirih. Sementara Mila hanya bisa
sayup membuka mata.
Pandangannya lemah ke arah
Ramlan. Sambil sesekali mencoba
menegarkan diri dengan
tersenyum.

“Mila, jangan kau khawatir dan bersedih. Sesungguhnya Allah jadi yang ketiga di antara kita berdua”, Ramlan menggenggam erat tangan Mila,
“Janganlah berhenti bersabar Mila, sungguh Allah bersama
yang bersabar. Allah tiada tidur
dan senantiasa mendengar
segala pinta. Ia mengabulkan
doa-doamu selalu, maka
banyaklah berdoa Mila! Aku di sampingmu. Aku sungguh
mencintaimu”, Ramlan semakin
tak bisa membendung air mata,

“Mila, aku mencintaimu.” Namun ternyata kata-kata itu
benar-benar sekali saja Mila dengar. Allah begitu sayang
kepadanya, sehingga Dia menginginkan Mila cepat-cepat
kembali ke sisi-Nya.

“Inalillaahiwainailaihiraji’un. Mila, aku mencintaimu”, ucap ramlan semakin mengisak.

Kedatangan tiada lepas dengan kepergian. Kutipan cinta Mila
mengantarkannya hingga ke
akhir senja. Suasana seketika
menjadi kelam. Kesedihan begitu
terpancar di wajah mereka. Mila yang lembut hati, yang solehah,
yang cantik jelita, yang
berwibawa, sabar dan ramah
telah pergi dengan damai. Ia
membawa dan meninggalkan
cinta. Namun kepergiannya menggoreskan duka yang
mendalam di hati yang
mencintainya. Sepenggal kisah
dari wanita sejati yang mengaja
dan menanti cinta hingga akhir
hayatnya. Subhanallah. Tidak ada yang sempurna. Jika
seseorang mengerti dan
mencintai kita apa adanya,
mengerti dan cintailah ia seperti
sebaliknya karena kita dan dia
pantas bersama. Jangan mengumpat dari seseorang
yang sedang menunjukkan arti
cinta, karena kita akan menyesal dan merasa kehilangan ketika ia
pergi meninggalkan kita.

Cerpen Karangan: Rita Lestari
Facebook: Rita Lestari
Cirebon – Jawa Barat

Sumber : cerpenmu.Com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar