by: DEWI MARWANTI
Di Batas Terang Cahaya Lilin
Di batas Terang Cahaya Lilin
Melayang
Semakin meninggi
Terbawa angin
Menuju langit terjauh, ditenggelamkan sinar bulan
Di batas terang cahaya lilin . . .
Tertegun menyembah maha hadir
Tersungkur sujud yang semakin dalam
Rengekan dari mulutku, Rabbi Ribuan kali memanggil-manggil namamu
Kosong melompong . . .
Tak ada tubuh dalam diriku, aku tak bertubuh
Tak ada pikiran dalam otakku, aku tak berotak
Tak ada rasa dalam hatiku, aku mati rasa
Aku berpakaian terasa tertelanjangi
Aku bernafas terasa tertahan
Aku merdeka terasa terkepung
Ya, aku ditelanjangi, ditahan, dikepung dosa-dosa
Dosa yang semakin bertumpuk
Rabbi! Rabbi! Rabbi!
Malam semakin mengembun saja
Kutawar adanya pagi, gulita tak kunjung berganti rupanya
Ah sudahlah!
Biarkan zikirku sejenak merayap
Merasuk, menguak, membelah
Akan kutuliskan kerinduan dalam sisa terang cahaya lilin
Akan kupintal do’a-do’a di tengah kehadiranmu dalam raga
Di batas terang cahaya lilin. . .
Tengadah tanganku menjulang tinggi
Mata terpejam
Helaan nafas bersahutan
seirama nyanyian dzikir
Dalam luapan dzikir yang semakin bergairah
Layaknya aku menjadi juliet hanya milik romeo
Aku menjadi hawa hanya milik adam
Aku menjadi laila hanya milik majnun
Dan aku hanya menjadi milikmu, selamanya
sumber: nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar